-->

Mengenal Hama dan Penyakit Pada Tanaman Jagung

Jagung merupakan komoditas penting di Indonesia, baik sebagai pangan maupun sebagai bahan baku industri. Saat ini petani mulai berlomba-lomba dalam meningkatkan produktifitas jagung karena harga jual yang cukup mahal. Namun bukan berarti menanam jagung tidak ada rintangan, masalah yang sering dihadapi oleh petani dalam budidaya jagung adalah hama, penyakit dan hara.

Berikut ini kami akan memberikan informasi beberapa jenis hama, penyakit dan hara pada tanaman jagung sebagai referensi bagi petani agar dapat mengantisipasi munculnya masalah ini.

Penggerek Batang (Ostrinia Furnacalis Guenee)
Hama ini menyerang semua bagian tanaman jagung pada fase pertumbnuhan. Jika terjangkit penyakit ini kerugian yang ditimbulkan dapat mencapai 80%. Ngengat aktif pada malam hari dan menghasilkan beberapa generasi per tahun, umur imago/ngengat dewasa 7-11 hari.

Gejala serangan yang pada tanaman jagung dapat ditandai dengan adanya lubang kecil pada daun, lubang gorokan pada batang, bunga jantan atau pangkal tongkol, batang dan tassel yang mudah patah, tumpukan tassel yang rusak.

Pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara:
  • Waktu tanam yang tepat
  • Tumpangsari jagung dengan kedelai atau kacang tanah
  • Pemotongan sebagian bunga jantan (empat dari enam baris tanaman)\
  • Penggunaan insektisida berbahan aktif monokrotfos, triazofos, diklorofos, dan karbofuran efektif menekan serangan penggerek batang jagung.

Ulat grayak (Spodoptera litura F.)

Kerusakan yang ditimbulkan ulat grayak pada tanaman jagung bisa mencapai 5-50%. Ngengat aktif pada malam hari, sayap bagian depan berwarna coklat atau keperak-perakan, sayap belakan berwarna keputihan.

Ulat menyerang pada malam hari, sedangkan pada siang hari bersembunyi dalam tanah lembab. Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar.

Gejala serangan dapat ditandai ketika larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang serentak secara berkelompok meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas. Tanaman inangnya bersifat polifag.

Pengendalian:
  • Membakar sisa-sisa tanaman paa lahan yang akan digunakan
  • Pengolahan tanah intensif
  • Beberapa insekstisida yang cukup efektif untuk mengendalikan ulat grayak antara lain: monokrototos, diazinon, triazofos, dikhlorovos, sianofenfos dan karbaril. Penggunaannya didasarkan pada hasil pengamatan tanaman. Insektisida diaplikasikan jika intensitas serangan pada tanaman sudah mencapai 12,5 %.

Penggerek Tongkol Jagung (Helicoverpa armigera Hbn.)

Gejala serangan yaitu imago betina akan meletakkan telur pada silk (rambut) jagung. Sesaat setelah menetas, larva masuk ke dalam tongkol dan akan memakan biji yang sedang berkembang. Infestasi serangga ini akan menurunkan kualitas dan kuantitas tongkol jagung.

Pengedalian:
  • Pengelolaan tanah yang baik akan merusak pupa yang terbentuk dalam tanah dan dapat mengurangi populasi H. armigera berikutnya.
  • Untuk mengendalikan larva H. armigera pada jagung, dapat disemprot dengan insektisida Decis dilakukan setelah terbentuk rambut jagung pada tongkol dengan selang 1-2 hari hingga rambut berwarna coklat.

Belalang (Locusta migratoria)

Kerugian yang timbul akibat serangan belalang ini dapat mencapai 90%. Bagian pertama yang diserang biasanya daun. Hama ini mampu memakan hampir seluruh bagian daun, temasuk tulang daun, jika serangannya parah. Spesies ini dapat pula memakan batang dan tongkol jagung jika populasinya tinggi dengan sumber makanan terbatas.

Pengendalian:

  • Mengatur pola tanam dengan tanaman alternatif yang tidak disukai belalang atau tumpang sari pada areal yang sudah terserang belalang seperti kedelai, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, atau kacang tanah.
  • Melakukan pengendalian mekanis secara massal, sesuai dengan stadia populasi.
  • Pengedalian dengan insektisida jika cara lain belum memberikan hasil. Cara ini dapat dilakukan sejak fase nimfa kecil, karena lebih peka terhadap insektisida. Penyemprotan dilakukan pada siang hari. Jenis insektisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan belalang adalah yang berbahan aktif organofostat, seperti Fenitrothion.

Bulai (Downy Midew)

kehilangan hasil jagung akibat penularan penyakit bulai dapat mencapai 100% pada varietas rentan.

Gejala penyakit ini terlihat dengan adanya warna putih pada permukaan daun sampai kekuningan, diikuti oleh garis-garis klorotik. Ciri lainnya, pada pagi hari sisi bawah daun terdapat lapisan berbulu halus warna putih yang terdiri atas konidiofor dan konidium jamur.

Penyakit bulai pada tanaman jagung menyebabkan sistemik yang meluas ke seluruh bagian tanaman dan menimbulkan gejala lokal. Gejala sistemik terjadi bila infeksi cendawan mencapai titik tumbuh, sehingga semua daun terinfeksi. tanaman yang terinfeksi bulai pada umur masih muda umumnya tidak menghasilkan buah. Bila infeksi terjadi pada tanaman sudah tua, buah masih berbentuk tetapi tidak sempurna dan tanaman kerdil.

Penyebab penyakit bulai di Indonesia disebabkan oleh cendawan Peronosclerospora maydis dan Peronsoclerospora philippinensis yang luas sebarannya.

Pengendalian:


  • Penanaman varietas tahan bulai.
  • Periode bebas tanaman jagung minimal dua minggu sampai satu bulan di areal pertanaman
  • Tanam serempak
  • Pemusnahan seluruh bagian tanaman yang terinfeksi penyakit bulai sampai ke akarnya
  • Penggunaan fungisida metalaksil pada benih jagung.

Busuk Batang (Stalk Rot)

Tanaman jagung yang terinfeksi penyakit busuk batang akan layu atau seluruh darunnya kering. Gejala tersebut terjadi pada stadia generatif, yaitu setelah fase pembungaan. Pangkal batang yang terinfeksi berubah warna dari hijau menjadi kecoklatan, bagian dalam batang busuk, sehingga mudah rebah, dan bagian kulit luarnya tipis.

Cendawan penyebab penyakit busuk batang memproduksi konidia pada permukaan tanaman inang. Konidia dapat disebarkan oelh angin, air hujan atau serangga. Pada saat tidak ada tanaman, cendawan bertahan pada sisa-sisa tanaman yang terinfeksi, dalam fase hifa atau piknidia dan peritesia yang berisi spora.

Pengendalian:

  • Penanaman dengan varietas tahan Bulai
  • Pergiliran tanaman
  • Pemupukan berimbang, menghindari pemberian N tinggi dan K rendah
  • Drainase baik
  • Secara hayati cendawan antagonis Trichoderma sp.

Semoga bermanfaat. Salam Petani Indonesia.
LihatTutupKomentar