Selasih (Ocimum basilicum) banyak tumbuh liar di musim hujan pada lahan tegalan. Tanaman ini dapat menghasilkan minyak atsiri dengan aroma yang menyerupai sex pheromon pada serangga betina sehingga menarik serangga jantan khususnya hama lalat buah dan sayuran dari jenis Bactrocera dorsalis. Dengan kemampuan minyak atsiri yang berbahan aktif metil eugenol untuk menarik serangga jantan tersebut, maka tanaman ini berpotensi sebagai sebagai pengendali hama lalat buah yang ramah lingkungan.
Ketersediaan minyak selasih sebagai atraktan lalat buah sangat diperlukan karena sampai saat ini atraktan nabati tersebut belum tersedia secara luas di pasaran. Tanaman selasih mudah didapatkan dan dibudidayakan karena mampu beradaptasi dengan berbagai lingkungan. Ada beberapa jenis selasih yang berkembang di masyarakat, namun jenis selasih merah dan hijau dengan tipe bunga dompol mempunyai kandungan metil eugenol paling tinggi dibanding jenis yang lain. Guna memproduksi ekstrak selasih, tanaman yang biasanya tumbuh liar perlu dibudidayakan untuk meningkatkan produksi selasih sehingga diperoleh ekstrak yang lebih banyak.
Lalat buah (Bactocera dorsalis) merupakan salah satu hama yang menyerang cabai, tomat, mangga, jeruk, belimbing, jambu, pisang, nangka dsb. Hama ini banyak menimbulkan kerugian baik secara kuantitas maupun kualitas dan pada tanaman mangga Arumanis dapat meyebabkan kerusakan sampai 90%. Secara kuantitas, buah-buah muda atau sebelum matang akan rontok sehingga bisa mengurangi jumlah buah yang di panen. Secara kualitas buah-buahan akan busuk dan banyak belatungnya. Rata-rata kerugian akibat serangan lalat buah pada mangga mencapai 51 kg per pohon. Selain itu lalat buah juga merupakan vektor atau pembawa bakteri Escerichia coli dan penyakit darah pisang. Jika dalam komoditas hortikultura yang akan diekspor, khususnya ke Jepang terdapat satu butir telur lalat buah, seluruh komoditas akan ditolak (Kardinan, 2003).
Pengendalian lalat buah yang banyak dilakukan petani adalah menggunakan insektisida kimia yang diaplikasikan pada buah dan sayuran agar telur yang diletakkan serangga lalat buah dewasa tidak mau menetas atau kalau menetas tidak mampu menyerang buah yang menjadi letak bertelurnya serangga. Pemberantasan lalat buah dengan insektisida, selain boros dan sulit mengenai sasaran (selalu bergerak), mengakibatkan pencemaran lingkungan dan meninggalkan residu pada buah. Cara lain untuk melindungi lalat buah pada mangga adalah dengan memberongsong buah mangga sejak kecil. Hasil penelitian preferensi konsumen yang familiar dengan buah mangga menunjukkan bahwa rata-rata mereka tidak menyukai buah mangga yang dibungkus (diberongsong), karena buah mangga yang dibungkus selama pertumbuhannya, menghasilkan buah dengan kulit pucat yang menimbulkan kesan belum tua.
Cara aman untuk mengurangi serangan lalat buah adalah dengan cara menurunkan populasi hama di lapang melalui perangkap dengan bahan pemikat metil eugenol. Cara ini dianggap efektif, ramah lingkungan dan tidak meninggalkan residu dalam komoditas yang dilindungi. Di pasaran sudah ada pemikat sintetis metil eugenol (Petrogenol). Harganya cukup mahal yaitu mencapai Rp.5.500 per 5 cc atau Rp 1.100.000,- per liter. Bagi petani yang bermodal besar hal tersebut tidak menjadi masalah, namun pada kenyataannya masih lebih banyak petani yang bermodal paspasan sehingga pemberantasan lalat buah jarang dilakukan dan ini mengakibatkan produksi buah dan sayur tidak bisa optimal karena adanya serangan lalat buah. Bertolak dari permasalahan tersebut yang diikuti dengan harga insektisida kimia yang semakin mahal serta adanya trend back to nature, menuntut perlunya menggalakkan bahan pemikat lain yang ada di alam seperti selasih.
Kandungan atraktan nabati metil eugenol, pada tanaman selasih cukup tinggi, pada daun berkisar 64,5% dan pada bunga dapat mencapai 71%.
Hasil kajian penggunaan minyak selasih pada tanaman cabai, memiliki efektifitas yang sebanding dengan Petrogenol (metil eugenol sintetis) 0,5 ml. Pengkajian dan penerapan pemasangan metil eugenol hasil sulingan selasih oleh petani mangga di Pasuruan menunjukkan bahwa minyak selasih mempunyai daya pikat 2 (dua) kali lebih tinggi dibanding dengan atraktan kimia sintetis yang beredar di pasaran (Petrogenol).
Cara Aplikasi
Guna memproduksi ekstrak selasih, tanaman yang biasanya tumbuh liar ini perlu dibudidayakan sehingga diperoleh ekstrak yang lebih banyak. Proses pembuatan ekstrak selasih mudah dilakukan dengan cara penyulingan daun dan bunga yang dipanen pada umur 3 – 4 bulan. Cara panen dengan dipangkas di atas pangkal tanaman agar dapat tumbuh lagi untuk panen kedua dan ketiga. Hasil panenan (daun dan bunga) dikeringanginkan 1 – 2 hari,
kemudian disuling untuk menghasilkan minyak selasih. Setiap 1 kg hasil panen selasih bisa menghasilkan 6 – 8,5 ml minyak selasih.
Perangkap untuk menangkap/memikat lalat buah, dapat dirakit secara manual, menggunakan botol plastik bekas kemasan air mineral 1500 ml, yang diberi lubang kecil masing-masing selebar 1 cm pada 4 tempat. Lubang dibuat pada 2/3 ketinggian botol, untuk jalan masuk lalat buah ke dalam botol. Dalam botol plastik dipasangi segumpal kecil kapas yang telah ditetesi 1,5 ml minyak selasih yang diikat dengan benang sepanjang 15 cm kemudian diselipkan pada uliran tutup botol. Pada dasar botol diberi setengah sendok teh insektisida butiran (karbofuran) yang dibungkus tissu agar lalat buah mati. Pemberian diulang 1,5 bulan sekali. Selanjutnya botol plastik dipasang pada ketinggian 2 m. Dalam 1 ha dipasang 25 titik perangkap dengan jarak masing-masing sekitar 20 m.
Kendala di petani umumnya masih belum mampu menyuling selasih karena perlu modal besar dalam pengadaan alat penyulingan. Satu unit alat suling dengan kapasitas brangkasan 1 kuintal bahan setengah kering diperlukan biaya sekitar Rp. 20 juta rupiah. Namun tanpa penyulingan pengendalian hama dengan cara memasukkan segenggam daun, bunga maupun tangkai selasih yang telah diremas ke dalam botol perangkap. Pemberian ulang dengan cara demikian harus lebih sering dibanding penggunaan ekstrak selasih, paling tidak seminggu sekali. Dengan cara demikian petani tidak mengeluarkan biaya dalam pengendalian lalat buah karena selasih sangat mudah ditanam di sekitar pertanaman sayur dan buah.
sumber: litbang.pertanian.go.id
Ketersediaan minyak selasih sebagai atraktan lalat buah sangat diperlukan karena sampai saat ini atraktan nabati tersebut belum tersedia secara luas di pasaran. Tanaman selasih mudah didapatkan dan dibudidayakan karena mampu beradaptasi dengan berbagai lingkungan. Ada beberapa jenis selasih yang berkembang di masyarakat, namun jenis selasih merah dan hijau dengan tipe bunga dompol mempunyai kandungan metil eugenol paling tinggi dibanding jenis yang lain. Guna memproduksi ekstrak selasih, tanaman yang biasanya tumbuh liar perlu dibudidayakan untuk meningkatkan produksi selasih sehingga diperoleh ekstrak yang lebih banyak.
Lalat buah (Bactocera dorsalis) merupakan salah satu hama yang menyerang cabai, tomat, mangga, jeruk, belimbing, jambu, pisang, nangka dsb. Hama ini banyak menimbulkan kerugian baik secara kuantitas maupun kualitas dan pada tanaman mangga Arumanis dapat meyebabkan kerusakan sampai 90%. Secara kuantitas, buah-buah muda atau sebelum matang akan rontok sehingga bisa mengurangi jumlah buah yang di panen. Secara kualitas buah-buahan akan busuk dan banyak belatungnya. Rata-rata kerugian akibat serangan lalat buah pada mangga mencapai 51 kg per pohon. Selain itu lalat buah juga merupakan vektor atau pembawa bakteri Escerichia coli dan penyakit darah pisang. Jika dalam komoditas hortikultura yang akan diekspor, khususnya ke Jepang terdapat satu butir telur lalat buah, seluruh komoditas akan ditolak (Kardinan, 2003).
Pengendalian lalat buah yang banyak dilakukan petani adalah menggunakan insektisida kimia yang diaplikasikan pada buah dan sayuran agar telur yang diletakkan serangga lalat buah dewasa tidak mau menetas atau kalau menetas tidak mampu menyerang buah yang menjadi letak bertelurnya serangga. Pemberantasan lalat buah dengan insektisida, selain boros dan sulit mengenai sasaran (selalu bergerak), mengakibatkan pencemaran lingkungan dan meninggalkan residu pada buah. Cara lain untuk melindungi lalat buah pada mangga adalah dengan memberongsong buah mangga sejak kecil. Hasil penelitian preferensi konsumen yang familiar dengan buah mangga menunjukkan bahwa rata-rata mereka tidak menyukai buah mangga yang dibungkus (diberongsong), karena buah mangga yang dibungkus selama pertumbuhannya, menghasilkan buah dengan kulit pucat yang menimbulkan kesan belum tua.
Cara aman untuk mengurangi serangan lalat buah adalah dengan cara menurunkan populasi hama di lapang melalui perangkap dengan bahan pemikat metil eugenol. Cara ini dianggap efektif, ramah lingkungan dan tidak meninggalkan residu dalam komoditas yang dilindungi. Di pasaran sudah ada pemikat sintetis metil eugenol (Petrogenol). Harganya cukup mahal yaitu mencapai Rp.5.500 per 5 cc atau Rp 1.100.000,- per liter. Bagi petani yang bermodal besar hal tersebut tidak menjadi masalah, namun pada kenyataannya masih lebih banyak petani yang bermodal paspasan sehingga pemberantasan lalat buah jarang dilakukan dan ini mengakibatkan produksi buah dan sayur tidak bisa optimal karena adanya serangan lalat buah. Bertolak dari permasalahan tersebut yang diikuti dengan harga insektisida kimia yang semakin mahal serta adanya trend back to nature, menuntut perlunya menggalakkan bahan pemikat lain yang ada di alam seperti selasih.
Kandungan atraktan nabati metil eugenol, pada tanaman selasih cukup tinggi, pada daun berkisar 64,5% dan pada bunga dapat mencapai 71%.
Hasil kajian penggunaan minyak selasih pada tanaman cabai, memiliki efektifitas yang sebanding dengan Petrogenol (metil eugenol sintetis) 0,5 ml. Pengkajian dan penerapan pemasangan metil eugenol hasil sulingan selasih oleh petani mangga di Pasuruan menunjukkan bahwa minyak selasih mempunyai daya pikat 2 (dua) kali lebih tinggi dibanding dengan atraktan kimia sintetis yang beredar di pasaran (Petrogenol).
Cara Aplikasi
Guna memproduksi ekstrak selasih, tanaman yang biasanya tumbuh liar ini perlu dibudidayakan sehingga diperoleh ekstrak yang lebih banyak. Proses pembuatan ekstrak selasih mudah dilakukan dengan cara penyulingan daun dan bunga yang dipanen pada umur 3 – 4 bulan. Cara panen dengan dipangkas di atas pangkal tanaman agar dapat tumbuh lagi untuk panen kedua dan ketiga. Hasil panenan (daun dan bunga) dikeringanginkan 1 – 2 hari,
kemudian disuling untuk menghasilkan minyak selasih. Setiap 1 kg hasil panen selasih bisa menghasilkan 6 – 8,5 ml minyak selasih.
Perangkap untuk menangkap/memikat lalat buah, dapat dirakit secara manual, menggunakan botol plastik bekas kemasan air mineral 1500 ml, yang diberi lubang kecil masing-masing selebar 1 cm pada 4 tempat. Lubang dibuat pada 2/3 ketinggian botol, untuk jalan masuk lalat buah ke dalam botol. Dalam botol plastik dipasangi segumpal kecil kapas yang telah ditetesi 1,5 ml minyak selasih yang diikat dengan benang sepanjang 15 cm kemudian diselipkan pada uliran tutup botol. Pada dasar botol diberi setengah sendok teh insektisida butiran (karbofuran) yang dibungkus tissu agar lalat buah mati. Pemberian diulang 1,5 bulan sekali. Selanjutnya botol plastik dipasang pada ketinggian 2 m. Dalam 1 ha dipasang 25 titik perangkap dengan jarak masing-masing sekitar 20 m.
Kendala di petani umumnya masih belum mampu menyuling selasih karena perlu modal besar dalam pengadaan alat penyulingan. Satu unit alat suling dengan kapasitas brangkasan 1 kuintal bahan setengah kering diperlukan biaya sekitar Rp. 20 juta rupiah. Namun tanpa penyulingan pengendalian hama dengan cara memasukkan segenggam daun, bunga maupun tangkai selasih yang telah diremas ke dalam botol perangkap. Pemberian ulang dengan cara demikian harus lebih sering dibanding penggunaan ekstrak selasih, paling tidak seminggu sekali. Dengan cara demikian petani tidak mengeluarkan biaya dalam pengendalian lalat buah karena selasih sangat mudah ditanam di sekitar pertanaman sayur dan buah.
sumber: litbang.pertanian.go.id